Selasa, 22 Juli 2008

TA`LIMUL `ARABIYYAH FI ATSTSANAWIYYAH


١
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN BAHASA ARAB
DI SMU KOTA DAN KABUPATEN MALANG
BERDASARKAN KURIKULUM SMU 1994
Muhaiban
Abstract: This study is aimed at investigating the implemantation
of Arabic teaching and learning at some senior high schools in
Malang city and regency. Based on the 1994 Secondary
Curriculum, the teaching-learning aspects being studied include:
textbooks used, teachers, teaching methods, teaching media, and
students’ interests. The subjects of the study are 84 students, 10
teachers, and 10 school masters of senior high schools teaching
Arabic. The results of the study indicate that they use the textbooks
suggested by the 1994 Curriculum, the teachers are qualified for
teaching Arabic at senior haigh schools, and they apply eclectic
method of teaching. This study also found that the teachers are
well equipped with teaching media, but they haven’t used the
media optimally. It is also found that the students are highly
interested in learning Arabic.
Key words: Teaching-Learning, Arabic, Senior High School,
1994 Curriculum,
Hubungan Indonesia dengan negara-negara Arab dari tahun ke tahun terus
meningkat, baik dalam bidang politik, ekonomi, kebudayaan maupun keagamaan.
Permintaan tenaga kerja Indonesia (TKI) yang profesional oleh negara-negara
Arab juga terus meningkat, demikian pula jumlah jemaah haji Indonesia dari
tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan.
Keadaan tersebut memberikan pengaruh positif terhadap perkembangan
bahasa Arab di Indonesia, dalam arti masyarakat memerlukan bahasa Arab bukan
saja sebagai bahasa agama, tetapi juga sebagai bahasa komunikasi internasional.
Hal tersebut mengandung pengertian perlunya ditingkatkan efektivitas dan
intensivikasi pengajaran bahasa Arab di sekolah guna mewujudkan sumberdaya
manusia yang memiliki penguasaan bahasa Arab yang baik, untuk mendukung
penguasaan ilmu pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan umum, serta menjalin
tata pergaulan internasional.
Muhaiban adalah dosen pada Jurusan Sastra Arab Fakultas Sastra Universitas
Negeri Malang.
٢
Penelitian yang dilakukan oleh Sukadarman (1980) di Kotamadya dan
Kabupaten Malang menunjukkan bahwa 77,7 % SMU yang ada di kedua daerah
itu menyajikan bahasa asing, termasuk bahasa Arab. Hal ini diperkuat dengan
catatan di Depdiknas Jawa Timur yang menyatakan bahwa lebih dari 300 (tiga
ratus) SMU di Jawa Timur menyajikan bahasa Arab sebagai bahasa asing pilihan
(Muhaiban, 1993).
Adapun bahasa asing yang umumnya disajikan, menurut hasil penelitian
Sukadarman tersebut secara berurutan adalah bahasa Jerman (7,14 %), bahasa
Arab (28,57 %), bahasa Belanda (7,14 %) dan bahasa Perancis (7,4 %).
Sedangkan bahasa asing yang diminati oleh siswa seandainya mereka
diberi kebebasan untuk memilih, adalah bahasa Jerman pada urutan pertama (57
%), urutan kedua bahasa Arab (38 %), ketiga bahasa Perancis (24,6 %), keempat
bahasa Belanda (20 %), kelima bahasa Cina (11,3 %) dan keenam bahasa Jepang
(8%).
Minat siswa untuk belajar bahasa Arab terlihat pada hasil penelitian yang
dilakukan oleh Muhaiban (1993). Hasil penelitian tentang minat siswa terhadap
pelajaran bahasa Arab di TVRI itu menunjukkan bahwa minat siswa cukup tinggi
(69,87 %).
Melihat minat siswa yang tinggi untuk mempelajari bahasa Arab tersebut,
adalah wajar apabila pemerintah melakukan upaya-upaya secara terus menerus
dan berkesinambungan untuk menyesuaikan kurikulum sekolah dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, serta tuntutan pembangunan
nasional.
Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah dengan
diberlakukannya Kurikulum SMU 1994 yang ditetapkan dengan Surat Keputusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 061/U/1993. Kurikulum SMU 1994
tersebut merupakan pembaruan dari kurikulum 1984, yang berlaku untuk semua
mata pelajaran termasuk didalamnya mata pelajaran bahasa asing kedua (selain
bahasa Inggris).
Upaya yang dilakukan oleh pemerintah tersebut sejalan dengan Politik
Bahasa Nasional dimana pembinaan dan pengembangan bahasa asing dilakukan
dan diarahkan pada pemenuhan fungsi dan kedudukan bahasa asing. Adapun
٣
fungsi dan kedudukan bahasa asing tersebut adalah sebagai berikut : (1) alat
perhubungan antar bangsa, (2) alat pembantu pengembangan bahasa Indonesia
menjadi bahasa modern, dan (3) alat pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi
modern untuk pembangunan nasional (Halim, 1976).
Untuk menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
tuntutan pembangunan, pemerintah juga telah melakukan penyederhanaan
kurikulum. Hal itu untuk memberikan peluang atau ruang gerak bagi kreativitas
guru dalam mengembangkan proses belajar-mengajar sesuai dengan kebutuhan
siswa dan kebutuhan pembanguan setempat, namun tetap memegang teguh esensi
isinya untuk menjamin kesederajatan pencapaian hasil belajar secara nasional.
Menurut hasil Seminar Bahasa Nasional tahun 1975, pengembangan
pengajaran bahasa asing – termasuk bahasa Arab – ditujukan untuk meningkatkan
mutu pengajaran bahasa asing, sehingga bahasa asing tersebut benar-benar dapat
dipergunakan sebagai (1) alat penggalian dan pengembangan ilmu pengetahuan,
kebudayaan dan teknologi modern; (2) alat perhubungan antar bangsa; (3) alat
untuk keperluan yang praktis seperti penggunaannya di bidang kepariwisataan,
perdagangan, diplomatik dan militer; dan (4) salah satu sumber kebahasaan untuk
memperkaya bahasa Indonesia (Halim, 1976).
Rapat kerja penyusunan kurikulum bahasa asing kedua pada tanggal
22 Nopember 1994 di Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan
Balitbangdikbud menyepakati bahwa pengajaran bahasa asing kedua di SMU –
termasuk bahasa Arab – ditekankan pada tujuan afektif, yaitu menumbuhkan dan
meningkatkan minat terhadap bahasa asing, disamping menanamkan dasar-dasar
kemampuan berbahasa asing. Dasar-dasar kemampuan berbahasa asing tersebut
meliputi menyimak, berbicara, membaca dan menulis dalam tingkat kosakata
sekitar 700 (Effendy, 1994).
Untuk mencapai tujuan tersebut, disarankan agar digunakan metode
komunikatif yang disesuaikan dengan kondisi Indonesia. Kondisi tersebut antara
lain menyangkut; (1) tujuan pengajaran; (2) minat dan kebutuhan siswa; (3)
kualifikasi guru; dan (4) sarana dan prasarana (Effendy, 1996).
Kurikulum SMU 1994 mata pelajaran bahasa asing memang
mengamanatkan bahwa metode yang digunakan dalam pengajaran bahasa asing di
٤
sekolah adalah Metode Komunikatif yang disesuaikan dengan kondisi pengajaran
bahasa asing di Indonesia.
Dalam Metode Komunikatif, tujuan umum pengajaran adalah
mengembangkan kompetensi komunikatif yang mencakup kemampuanuntuk
menafsirkan bentuk-bentuk linguistik, baik yang dinyatakan secara eksplisit
maupun yang terpendam dalam kegiatan-kegiatan psikis (Huda, 1994).
Pengajaran dengan Metode Komunikatif menempatkan siswa pada posisi
aktif sebagai pusat kegiatan pengajaran, dengan kegiatan latihan-latihan yang
dapat mengembangkan kompetensi berkomunikasi. Sementara itu guru lebih
banyak berfungsi sebagai fasilitator yang mengarahkan dan mengkoordinasi
kegiatan siswa.
Littlewood (dalam Huda, 1994) mengemukakan adanya dua jenis kegiatan
siswa untuk mengembangkan kompetensi komunikatif, yaitu (1) kegiatan
komunikatif fungsional yang ditekankan pada segi komunikasi, dan (2) kegiatan
komunikatif interaksi sosial yang ditekankan pada pengembangan kemampuan
siswa untuk mengerti makna sosial dan fungsi sosial suatu bahasa.
Prosedur mengajar dengan Metode Komunikatif dimulai dengan dialog,
kemudian latihan-latihan untuk menguasai struktur dalam dialog itu. Latihan
tersebut bersifat komunikatif, yaitu menggunakan bahasa dalam konteks (Huda
(ed), 1994).
Ditinjau dari segi jumlah jam, menurut kurikulum 1994 tersebut, waktu
yang tersedia untuk pengajaran bahasa asing kedua relatif cukup, yaitu 8 jam per
minggu, dan disajikan di kelas 3. Secara teoritis pengajaran bahasa asing di SMU
dengan kurikulum 1994 ini akan lebih bisa dilaksanakan dengan intensif, dengan
syarat ditunjang oleh kemampuan guru dan ketersediaan alat penunjang yang
memadai (Effendy, 1994).
Setelah kurikulum tersebut diberlakukan pada tahun 1994, sampai saat ini
- sejauh pengamatan peneliti - belum pernah dilakukan penelitian dan evaluasi
tentang pelaksanaan kurikulum untuk mata pelajaran bahasa Arab oleh SMU.
Sehingga belum bisa diketahui efektivitas pengajaran bahasa Arab di SMU
berdasarkan kurikulum tersebut. Dengan demikian belum dapat diketahui pula
tingkat ketercapaian tujuan pengajaran bahasa Arab di SMU sebagaimana
٥
diamanatkan kurikulum.
Agar pengajaran di sekolah selalu dapat memenuhi tuntutan dan aspirasi
yang berkembang di masyarakat, maka secara periodik, minimal sekali dalam
lima tahun, kurikulum sekolah perlu diperbarui. Untuk memperbarui kurikulum
tersebut, perlu diketahui pula pelaksanaan kurikulum yang berlaku.
Untuk mengetahui pelaksanaan kurikulum tersebut di lapangan, dan untuk
mendapatkan gambaran efektivitas pelaksanaannya, serta tingkat pencapaian
tujuan pengajaran, perlu dilakukan penelitian. Penelitian ini akan memberikan
gambaran nyata tidak saja mengenai pelaksanaan kurikulum, efektivitas
pelaksanaannya, serta tingkat pencapaian tujuan, tetapi juga mengenai
ketersediaan sumber bahan, ketersediaan sarana dan prasarana penunjang,
kualifikasi guru yang melaksanakan kurikulum tersebut, serta minat siswa untuk
mengikuti pelajaran bahasa asing.
Disamping itu hasil penelitian ini juga akan bermanfaat bagi pihak-pihak
terkait sebagai pijakan dalam pembaruan kurikulum bahasa Arab secara khusus
dan pengembangan pengajaran bahasa asing pada umumnya di masa mendatang.
Atas dasar pemikiran itulah maka penelitian ini dilakukan.
METODE
Penelitian ini bertujuan memperoleh gambaran yang objektif tentang
pelaksanaan Kurikulum SMU 1994 mata pelajaran bahasa Arab, terutama
gambaran mengenai (1) buku teks yang dipakai dalam pengajaran bahasa Arab,
(2) ketersediaan guru bahasa Arab, (3) metode yang digunakan dalam pengajaran
bahasa Arab, (4) ketersediaan media/alat bantu pembelajaran bahasa Arab, (5)
faktor-faktor yang mendukung pembelajaran bahasa Arab, (5) faktor-faktor yang
menghambat pembelajaran bahasa Arab, dan (6) minat siswa terhadap pelajaran
bahasa Arab.
Sesuai dengan tujuan penelitian, maka penelitian ini menggunakan
rancangan deskriptif kuantitatif. Sesuai dengan hakekat metode deskriptif
kuantitatif, maka pelaksanaan kurikulum bahasa Arab di SMU Kota dan
Kabupaten Malang akan digambarkan secara obyektif sistematis sebagaimana
adanya. Populasi penelitian ini adalah semua siswa, guru bahasa Arab, dan kepala
٦
sekolah dari 10 (sepuluh) SMU baik negeri maupun swasta yang menyajikan
bahasa Arab.
Sampel penelitian ini terdiri atas sampel sekolah dan sampel responden.
Untuk sampel sekolah, karena jumlah SMU yang menyajikan bahasa Arab
berjumlah 10 (sepuluh) buah, maka jumlah tersebut diambil seluruhnya sebagai
sasaran penelitian, dengan rincian 3 (tiga) SMU Negeri dan 7 (tujuh) SMU
Swasta.
Sampel responden terdiri atas siswa, guru bahasa Arab dan kepala sekolah.
Dari sepuluh SMU yang menjadi sampel, masing-masing diambil 10 (sepuluh)
siswa sebagai sampel siswa. Dengan demikian akan ditemukan sampel siswa
sebanyak 100 (seratus) siswa. Akan tetapi, kenyataan di lapangan menunjukkan
bahwa di beberapa SMU, siswa yang memprogram bahasa Arab kurang dari
sepuluh orang. Berdasarkan kenyataan tersebut maka jumlah sampel responden
siswa berjumlah 84 (delapan puluh empat) orang.
Untuk sampel responden guru bahasa, dari sampel sekolah yang berjumlah
10 (sepuluh) sekolah, masing-masing diambil satu orang guru bahasa Arab,
sehingga ditemukan sampel responden guru sebanyak 10 (sepuluh) orang.
Demikian juga untuk sampel responden kepala sekolah, karena setiap sekolah
memiliki satu orang kepala sekolah, maka ditemukan 10 (sepuluh) orang sampel
responden kepala sekolah.
Untuk memperoleh data yang diperlukan, digunakan instrumen pengumpul
data yang berupa kuesioner untuk seluruh responden. Instrumen untuk guru
digunakan untuk menjaring data-data tentang pembelajaran bahasa Arab.
Instrumen untuk siswa digunakan untuk menjaring data-data tentang
persepsi siswa terhadap pembelajaran yang dilakukan guru, minat siswa terhadap
pelajaran bahasa Arab, dan pendapat siswa terhadap pelajaran bahasa Arab.
Untuk mengetahui tingkat keterbacaan instrumen, baik instrumen untuk
siswa maupun untuk guru, sebelum penelitian dilakukan, diadakan uji coba
instrumen. Uji coba ini dilakukan di salah satu sekolah yang memiliki kemiripan
dengan sampel sekolah.
Adapun pengumpulan data dilakukan dengan cara memberikan kuesioner
kepada responden yang telah ditentukan. Sampel responden siswa yang berasal
٧
dari satu sekolah dikumpulkan dalam satu ruangan kelas dan pengisian kuesioner
dilakukan dengan pengawasan dan bimbingan petugas pengumpul data.
Kepada sampel guru bahasa Arab dan kepala sekolah di masing-masing
sekolah diberikan kuesioner untuk diisi. Kuesioner yang telah diisi diambil pada
hari yang lain oleh petugas pengumpul data.
.Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
analisis deskriptif kuantitatif. Untuk mendiskripsikan pelaksanaan pembelajaran
bahasa Arab di SMU digunakan teknik prosentase.
HASIL
Seperi telah dikemukakan di bagian awal artikel ini, penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui gambaran obyektif pelakanaan kurikulum 1994
pelajaran bahasa Arab di SMU, terutama yang menyangkut (1) buku teks yang
dipakai dalam pengajaran bahasa Arab, (2) ketersediaan guru bahasa Arab, (3)
metode yang digunakan dalam pengajaran bahasa Arab, (4) ketersediaan
media/alat bantu pembelajaran bahasa Arab, (5) faktor-faktor yang mendukung
pembelajaran bahasa Arab, (5) faktor-faktor yang menghambat pembelajaran
bahasa Arab, dan (6) minat siswa terhadap pelajaran bahasa Arab.
Hasil penelitian yang menyangkut buku teks yang digunakan di SMU Kota
dan Kabupaten Malang adalah sebagai berikut. Buku teks yang dipakai dalam
pengajaran bahasa Arab pada SMU di Kota dan Kabupaten Malang adalah buku
teks bahasa Arab yang umumnya (50%) sesuai dengan GBPP Kurikulum 1994.
Sebagian SMU (40%) menggunakan buku teks yang disesuaikan dengan
kebutuhan siswa untuk melanjutkan studi dan dan buku teks yang ditetapkan oleh
induk sekolah tersebut yaitu Persarikatan Muhammadiyah. Masih ada juga (10%)
sekolah yang menggunakan buku teks yang disusun berdasarkan GBPP
Kurikulum1984.
Mengenai ketersediaan guru bahasa Arab, SMU pada umumnya (80%)
telah memiliki guru yang berkualifikasi sebagai pengajar bahasa Arab. Hal itu
karena mereka berlatar belakang pendidikan bahasa Arab. Sebagian kecil (20 %)
dari mereka adalah sarjana agama atau lulusan pondok pesantren.
٨
Untuk meningkatkan kemampuan bahasa Arab mereka, seluruh responden
guru bahasa Arab (100%) menyatakan pernah mengikuti penataran yang ada
kaitannya dengan bahasa Arab dan pembelajarannya. Disamping itu, sebagian
mereka (50 %) pernah belajar di pondok pesantren. Dilihat dari segi pengalaman,
para guru bahasa Arab di SMU umumnya (60%) telah memiliki pengalaman
mengajar lebih dari lima tahun. Sebagian kecil dari mereka (40 %) memiliki
pengalaman mengajar kurang dari lima tahun. Namun demikian, ketika para
Kepala Sekolah ditanya tentang jumlah guru, hampir semuanya (90 %)
menyatakan perlu adanya tambahan guru bahasa Arab yang berkualifikasi.
Mengenai metode yang digunakan dalam pembelajaran, penelitian ini
menemukan bahwa semua guru bahasa Arab (100%) menyatakan bahwa metode
pengajaran bahasa Arab yang mereka gunakan adalah metode eklektik yaitu
perpaduan dari berbagai metode pengajaran bahasa Arab yang dianggap
menunjang proses belajar mengajar di kelas.
Mengenai penggunaan media pembelajaran, penelitian ini menemukan
bahwa mayoritas guru (80%) menggunakan bantuan media dalam pembelajaran
bahasa Arab di kelas. Sedikit di antara mereka (20%) yang tidak menggunakan
media. Adapun jenis media yang dipakai relatif beragam, antara lain tape
recorder, gambar, laboratorium bahasa, benda asli dan benda tiruan.
Ditanya mengenai keberadaan Laboratorium Bahasa di sekolah, lebih
dari separo responden guru (70%) menyatakan bahwa lembaga mereka telah
memiliki lab bahasa. Sedikit di antara mereka (30 %) yang menyatakan bahwa
lembaga mereka belum memiliki laboraturium bahasa.
Namun demikian, sedikit sekali (10%) guru bahasa Arab yang sering
memanfaatkan laboraturium tersebut untuk pengajaran bahasa Arab. Sebagaian
mereka (60%) jarang menggunakannya, bahkan 30% dari mereka tidak pernah
menggunakannya.
Umumnya (90%) SMU yang menyajikan bahasa Arab di Kota dan
Kabupaten Malang memiliki perpustakaan. Namun demikian perpustakaan yang
memiliki koleksi buku-buku tentang bahasa Arab relatif sedikit (30%).
Hasil penelitian yang menyangkut faktor pendukung pembelajaran bahasa
Arab pada SMU di Kota dan Kabupaten Malang menunjukkan bahwa faktor
٩
pendudukung utama (50%) pembelajaran bahasa Arab di SMU adalah tersedianya
guru yang berkualifikasi dalam bidang bahasa Arab. Faktor pendukung yang lain
(50%) relatif bervariasi seperti adanya minat siswa, tersedianya buku pegangan
bagi guru dan siswa, adanya GBPP, laboratorium bahasa, dan adanya buku-buku
yang mencukupi.
Adapun faktor-faktor yang dirasa sebagai penghambat proses belajar
mengajar bahasa Arab pada SMU di kota dan kabupaten Malang adalah tidak
adanya guru yang berkualifikasi, jumlah guru yang tidak mencukupi, tidak adanya
minat siswa, tidak adanya buku pegangan untuk guru, tidak adanya buku
pegangan untuk murid, tidak adanya GBPP untuk bahasa Arab, tidak adanya
laboraturium bahasa dan tidak adanya buku-buku yang cukup di perpustakaan.
Ketika responden para siswa ditanya tentang minat mereka terhadap
pembelajaran bahasa Arab di SMU umumnya mereka (52,4%) menyatakan sangat
berminat. Sedikit dari mereka (23,8%) yang menyatakan agak berminat, sebagian
kecil dari mereka (19,04%) menyatakan kurang berminat.
Hal tersebut antara lain dapat dilihat dari motivasi keikutsertaan siswa
dalam pelajaran bahasa Arab. Umumnya siswa (52,3%) mengikuti pelajaran
bahasa Arab atas kemauan sendiri. Sebagian mereka (14,28%) atas dorongan
guru, dan yang lain atas dorongan orang tua.
BAHASAN
Dari hasil penelitian yang terkait dengan buku teks diketahui bahwa buku
teks yang dipakai dalam pengajaran bahasa Arab pada SMU di Kota dan
Kabupaten Malang adalah buku teks bahasa Arab yang umumnya (50%) sesuai
dengan GBPP Kurikulum 1994. Sebagian SMU (40%) menggunakan buku teks
yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa untuk melanjutkan studi dan dan buku
teks yang ditetapkan oleh induk sekolah tersebut yaitu Persarikatan
Muhammadiyah. Masih ada juga (10%) sekolah yang menggunakan buku teks
yang disusun berdasarkan GBPP Kurikulum1984.
Kenyataan tersebut sangat memprihatinkan mengingat bahwa proses
belajar mengajar di kelas, untuk mata pelajaran apapun dan jenjang sekolah
apapun, mestinya berpijak pada kurikulum yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
١٠
Kalau ternyata kurikulum yang digunakan oleh suatu sekolah ditetapkan oleh
lembaga yang menjadi induk sekolah tersebut, minimal kurikulum itu harus
mengakomodasi amanat yang tertuang dalam kurikulum yang ditetapkan
pemerintah tersebut.
Mengapa masih ada sekolah yang menggunakan buku teks yang tidak
sesuai dengan kurikulum yang diberlakukan? Jawaban dari pertanyaan ini
memang tidak tergambar dalam hasil penelitian. Akan tetapi, ada beberapa
kemungkinan yang menyebabkan terjadinya hal itu. Misalnya, tidak tersedianya
buku teks yang sesuai dengan kurikulum karena memang belum ada penulis yang
menyusun buku teks tersebut. Sehingga guru memanfaatkan buku teks yang ada,
meskipun tidak sesuai dengan tuntutan kurikulum.
Mengenai ketersediaan guru yang berkualifikasi, hasil penelitian
menyebutkan bahwa guru bahasa Arab di SMU pada umumnya (80%) telah
memiliki kualifikasi sebagai pengajar bahasa Arab. Hal itu karena mereka berlatar
belakang pendidikan bahasa Arab. Sebagian kecil (20 %) dari mereka adalah
sarjana agama atau lulusan pondok pesantren. Ketersediaan guru yang memenuhi
kualifikasi tersebut sangat mendukung keberhasilan pembelajaran. Namun
demikian, guru sebagai ujung tombak pembelajaran perlu senantiasa
mengembangkan diri dan kemampuannya sesuai dengan perkembangan dan
kemajuan jaman. Dengan demikian ia akan dapat menerima inovasi-inovasi baru
di bidang yang digelutinya.
Menarik untuk disimak hasil penelitian yang terkait dengan penggunaan
metode dalam pembelajaran bahasa Arab. Penelitian ini menemukan bahwa
semua guru bahasa Arab (100%) menyatakan bahwa metode pengajaran bahasa
Arab yang mereka gunakan adalah metode eklektik, yaitu perpaduan dari berbagai
metode pengajaran bahasa Arab yang dianggap menunjang proses belajar
mengajar di kelas. Hal ini menarik karena Kurikulum 1994 mengamanatkan
penggunaan pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa Arab.
Sementara itu terdapat 50% responden sekolah yang menggunakan Kurikulum
1994 dalam pembelajaran bahasa Arab. Ini bisa diartikan bahwa sekolah-sekolah
tersebut tidak taat kurikulum dalam melaksanakan pembelajaran bahasa Arab,
terutama dalam hal metode pembelajaran. Tetapi bisa juga diartikan bahwa
١١
mereka sebenarnya telah melaksanakan pendekatan komunikatif karena
pendekatan ini mungkin termasuk dalam metode eklektik yang mereka gunakan.
Mengenai penggunaan media pembelajaran, penelitian ini menemukan
bahwa mayoritas guru (80%) menggunakan bantuan media dalam pembelajaran
bahasa Arab di kelas. Sedikit di antara mereka (20%) yang tidak menggunakan
media. Adapun jenis media yang dipakai relatif beragam, antara lain tape
recorder, gambar, laboratorium bahasa, benda asli dan benda tiruan. Kalau
pernyataan para guru bahasa Arab tersebut benar, sangatlah menggembirakan.
Akan tetapi ada satu hal yang tampaknya perlu mendapatkan perhatian, yaitu
mengenai penggunaan media yang berupa laboraturium bahasa. Ketika para guru
ditanya mengenai keberadaan Laboratorium Bahasa di sekolah, lebih dari separo
responden guru (70%) menyatakan bahwa lembaga mereka telah memiliki
laboraturium bahasa. Sedikit di antara mereka (30 %) yang menyatakan bahwa
lembaga mereka belum memiliki laboraturium bahasa. Namun demikian, sedikit
sekali (10%) guru bahasa Arab yang sering memanfaatkan laboraturium tersebut
untuk pengajaran bahasa Arab.
Mengenai sebab-sebab minimnya guru bahasa Arab yang menggunakan
laboraturium bahasa, masih perlu diteliti lebih lanjut. Akan tetapi bisa diprediksi
bahwa salah satu penyebabnya adalah karena minimnya pengetahuan dan
kemampuan mereka mengelola dan mengoperasikan laboraturium bahasa tersebut.
Atau, karena laboraturium yang ada itu tidak dilengkapi dengan perangkat lunak
berupa bahan-bahan pelajaran.
Hasil penelitian yang menyangkut faktor pendukung pembelajaran bahasa
Arab pada SMU di Kota dan Kabupaten Malang menunjukkan bahwa faktor
pendudukung utama (50%) pembelajaran bahasa Arab di SMU adalah tersedianya
guru yang berkualifikasi dalam bidang bahasa Arab. Faktor pendukung yang lain
(50%) relatif bervariasi seperti adanya minat siswa, tersedianya buku pegangan
bagi guru dan siswa, adanya GBPP, laboratorium bahasa, dan adanya buku-buku
yang mencukupi. Persoalannya adalah bagaimana faktor pendukung yang ada itu
bisa dikembangkan dan dipelihara sehingga suasana sekolah selalu kondusif bagi
pencapaian tujuan pembelajaran bahasa Arab.
١٢
Sementara itu, faktor-faktor yang dirasa sebagai penghambat proses
belajar mengajar bahasa Arab pada SMU di kota dan kabupaten Malang adalah
tidak adanya guru yang berkualifikasi, jumlah guru yang tidak mencukupi, tidak
adanya minat siswa, tidak adanya buku pegangan untuk guru, tidak adanya buku
pegangan untuk murid, tidak adanya GBPP untuk bahasa Arab, tidak adanya
laboraturium bahasa dan tidak adanya buku-buku yang cukup di perpustakaan.
Melihat kenyataan tersebut, sekolah ditantang untuk dapat mengatasi berbagai
hambatan yang ada dengan melibatkan semua pihak yang terkait dengan
pendidikan.
Hasil penelitian yang terkait dengan minat siswa terhadap pelajaran
bahasa Arab menyatakan bahwa umumnya siswa (52,4%) menyatakan sangat
berminat. Sedikit dari mereka (23,8%) yang menyatakan agak berminat, sebagian
kecil dari mereka (19,04%) menyatakan kurang berminat. Suatu hal yang perlu
mendapatkan perhatian dari pihak-pihak yang terkait dengan bahasa Arab adalah
menciptakan atmosfir yang dapat menarik siswa untuk belajar bahasa Arab. Hal
itu bisa dilakukan antara lain melalui peningkatan kualitas guru, penyediaan
sarana dan prasarana pembelajaran yang representatif, penyediaan media yang
relevan dengan tujuan pembelajaran, dan pemberian penhargaan kepada siswa
yang berprestasi di bidang bahasa Arab.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil analisis data serta pembahasan
yang telah dikemukakan terdahulu, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: (1)
buku teks yang dipakai dalam pengajaran bahasa Arab pada SMU di kota dan
kabupaten Malang adalah buku teks bahasa Arab yang umumnya sesuai dengan
GBPP, (2) guru bahasa Arab yang tersedia di SMU mayoritas memiliki kualifikasi
sebagai pengajar bahasa Arab, (3) metode pembelajaran bahasa Arab yang
digunakan di SMU di Kota dan kabupaten Malang adalah metode eklektik, (4)
mayoritas SMU di Kota dan Kabupaten Malang telah memiliki alat bantu/media
pembelajaran bahasa Arab, tetapi belum semua guru memanfaatkannya dalam
proses belajar mengajar bahasa Arab di kelas; (5) faktor yang paling mendukung
١٣
pembelajaran bahasa Arab pada SMU di kota dan kabupaten Malang adalah
tersedianya guru yang berkualifikasi dalam bidang bahasa Arab, (6) faktor-faktor
yang dirasa sebagai penghambat proses belajar mengajar bahasa Arab pada
sebagian SMU di Kota dan Kabupaten Malang adalah tidak adanya guru yang
berkualifikasi, jumlah guru yang tidak mencukupi, rendahnya motivasi siswa,
tidak adanya buku pegangan untuk guru, dan tidak adanya buku pegangan untuk
murid; dan (7) minat siswa terhadap pelajaran bahasa Arab tergolong tinggi.
Saran
Berdasrkan hasil penelitian tersebut, disampaikan saran-saran sebagai
berikut: (1) para guru bahasa Arab di SMU Kota dan Kabupaten Malang
hendaknya memanfaatkan sepenuhnya media pembelajaran bahasa Arab yang
telah tersedia untuk pembelajaran di kelas, (2) para guru bahasa Arab dan pihak
kepala sekolah hendaknya memberi motivasi dan mengenalkan pentingnya bahasa
Arab sejak dini kepada siswa sehingga minat mereka terhadap bahasa Arab akan
meningkat, (3) perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan aspek bahasan lain
yang belum tersentuh oleh penelitian ini seperti prestasi siswa dalam
pembelajaran bahasa Arab dan aspek-aspek yang menyebabkan minimnya
peminat bahasa Arab pada SMU Kota dan Kabupaten Malang.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsini. 1991. Prosudur Penelitian. Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Depdiknas. 1999. Rumusan Seminar Politik Bahasa. Jakarta: Pusat Bahasa.
Depdikbud, 1994. Garis-garis Besar Program Pengejaran (GBPP) Mata
Pelajaran Bahasa Arab Sekolah Menengah Atas Tahun 1994. Jakarta:
Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan.
Ditjen Dikti. 1994. Tap-tap MPR 1993 Bahan Penataran. Jakarta: Ditjen Dikti.
Fuad Effendy, 1996. Beberapa Kunci Untuk Memahami dan Mendalami GBPP
Bahasa Arab Kurikulum SMU Tahun 1994. Malang: JPBA FPBS IKIP
Malang.
١٤
Effendy, Fuad. 1994. Trend Kurikulum Tahun 1994 SMU Mata Pelajaran Bahasa
Asing Kedua. Malang: JPBA FPBS IKIP Malang.
Gay, L.R. 1987.Educational Research Compentencies for Analysis and
Application (Third Editian). Columbus : Merill Publishing Company.
Huda, Nuril, 1990. Metode Audiolingual vs. Metode Komunikatif : Suatu
Perbandingan. Jakarta: Proyek Peningkatan Alat-alat IPA dan PKG
Dirdikmenum.
Muhaiban, 1993. Persepsi dan Minat Siswa SMA di Jawa Timur Terhadap
Pelajaran Bahasa Arab di TVRI. Malang: Lembaga Penelitian IKIP
Malang.
Sukadarman, M.S., 1981. Penelitian Tentang Faktor-faktor Yang Mempengaruhi
Pelaksanaan Pengajaran Bahasa Asing Pilihan Pada SMA di Kotamadya
dan Kabupaten Malang. Malang: Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi
IKIP Malang.

Tidak ada komentar: